Friday, August 6, 2010

Taksi!

Taksi, di manapun juga, selalu dianggap sebagai kendaraan eksekutif. Selain karena privat, harganya pun lebih mahal dibanding kendaraan umum lainnya. Dan oleh karena harga yang dibayar itu, tentunya penggunanya mengharapkan keistimewaan, seperti:
1. mobil dengan interior nyaman
2. air conditioner
3. sopir yang tahu jalan
4. sopir yang ramah

Tapi kenyataannya...
tidak jarang si taksi interiornya berantakan dan AC-nya rusak.

Seorang teman saya bahkan memilih berkendara dengan taksi justru supaya tidak perlu repot2 mencari jalan. Kenyataannya? TIGA hari berturut2 dia mendapatkan kejutan; si sopir TIDAK TAHU JALAN.

Tunggu. Pekerjaan sopir taksi itu kan membawa penumpang ke tujuan toh?
Jadi skill yang dibutuhkan adalah kemampuan mengendarai mobil dan tahu jalan toh?
Jadi kalau sama sekali tidak tahu jalan, berarti kan cuma punya 50% skill yang dibutuhkan!

Come on, it doesn't require you to drive and sing and take shower and cook at the same time. It requires knowledge of the streets. Don't you guys have training whatsoever?

Jangankan di Jakarta, di Freiburg pun saya sempat merasa kesal sama si sopir taksi yang selain mobilnya buruk rupa, saya curigai gagap, karena tidak mengatakan apa2 walaupun saya bicara dalam bahasa Jerman. Uang kembalian yg berupa receh pun ditaruh seenaknya dengan berceceran, dan koper saya ditaruh di tanah dengan semena-mena. Huh!

Tapi ada juga, kalau di Jakarta, sopir yang KEPO. Kebanyakan ngomong, nanya ini-itu, nyanyi2 sendiri, mengomentari semua yang dilewati. Sampai batas tertentu masih wajar, tapi kalau sepanjang perjalanan? Apalagi kalau mulai bertanya soal pekerjaan. Saya pernah ditanya kerja apa yang pulangnya malam sekali (waktu itu sekitar jam 12 malam). WHAT??? Sungguh kepo. Inappropriate!

Jadi bingung, di Jakarta harus pakai kendaraan umum apa lagi ya?
Helikopter, mungkin?