Sunday, May 15, 2011

Hidup Itu Pilihan

Beberapa minggu ini saya dihadapkan pada pilihan2 sulit, terutama menyangkut karir sebagai musisi, tepatnya penyanyi klasik.

Pilihan yang paling berat adalah saat saya harus memilih menjadi solis di sebuah konser dengan sebuah paduan suara, atau menjadi satu dari 60 backing vocal untuk seorang penyanyi kelas dunia yang akan mengadakan konser di Jakarta.

Menjadi backing vocal tsb membutuhkan jadwal yg kosong total selama 5 hari, sementara saya memiliki 15 murid dalam kurun waktu tersebut. Kemudian, dan terutama, saya telah menyanggupi menjadi solis di konser paduan suara tersebut jauh hari sebelumnya. Hal tersebut tidak mungkin saya batalkan. Kenyataannya, ternyata ada orang2 yang bersedia mengorbankan komitmennya (dan orang lain) demi menjadi backing vocal tsb.

Cara pikir orang2 memang berbeda (dan boleh berbeda), maka di sini saya hanya ingin membagikan pandangan saya. Hal2 prinsip yang saya usahakan untuk pegang terus, walau kadang tergelincir.

Saat kita memutuskan untuk berkomitmen dalam sebuah acara, ada konsekuensi yang tidak mudah. Mengatakan iya untuk sebuah konser sama dengan mengiyakan juga jadwal latihan yang tentu menghabiskan waktu, energi, dan biaya.

Kalau alasannya karena ada yang bayarannya lebih besar, coba pikir sebaliknya dari awal. Kenapa mengatakan iya pada acara yang terlalu merugikan secara materiil? Kenapa tidak mencoba untuk mendapatkan uang transpor sejak awal?
Kalau alasannya karena skala acara yang lebih besar, coba pikir sebaliknya, kalau acara kecil, bukankah kedatangan kita lebih berarti?

ADA BEDANYA; KESEMPATAN DAN GODAAN.

Apakah dengan mengambil semua pekerjaan yang ada di depan mata, dengan semuanya setengah2 (terlambat latihan yang ini, tidak siap konser yang itu, tidak hapal acara yang ini, dllsb), itu membuat kita menjadi orang yang lebih baik? Lebih banyak belajar? Atau hanya serakah?

Semua bersumber dari prioritas.

Kalau prioritasnya adalah untuk pengalaman, ikutlah berpartisipasi dalam sebanyak mungkin acara yang bervariasi, dengan repertoire yang bervariasi pula.
Kalau prioritasnya adalah uang, bisa dipastikan akan selalu memilih berdasar materi, perhitungan, walau kadang tanpa peduli kerugian orang lain.
Kalau prioritasnya untuk belajar, uang dan waktu tidak akan menjadi masalah besar.
Kalau prioritasnya untuk kualitas, maka ada pertimbangan waktu, stamina, dan kemampuan.

NAH!
Masalahnya, banyak orang TIDAK PUNYA PRIORITAS JANGKA PANJANG.
Tidak punya bayangan ingin menjadi orang seperti apa. Tidak punya visi. Menjalani hidup apa adanya dan memutuskan berdasarkan kebutuhan jangka pendek.

Hidup itu memang pilihan. Memiliki visi juga pilihan.
Prioritas yang berbenturan akan selalu ada dalam hidup, jadi seberapa kuat kita memegang prioritas kita, ya itu juga pilihan.
Sejujurnya saya sih belum lama ini juga menentukan prioritas jangka panjang.
Itupun sudah mengalami banyak benturan. :p

Intinya, menurut saya, kita juga memilih kok siapa kita.
Kita yang memilih cara kerja kita.
Kita yang memilih kita mau dibayar berapa.
Kita yang memilih kita pantas dibayar berapa.
Kita yang memilih untuk apa waktu kita akan digunakan.
Kita yang memilih untuk apa kita hidup.

Udah ah!
Selamat memilih! :p