Wednesday, July 17, 2013

Menghitung Detik (bukan Krisdayanti)

Ada saatnya kita menghitung hari (kalau kata Krisdayanti), tapi sekarang kita hidup di jaman menghitung detik.

Lihatlah Twitter, kita bisa mendapat informasi mengenai kejadian ratusan ribu kilometer dari tempat kita tinggal dalam hitungan detik. Dengan berbagai gadget dan aplikasi semacam Blackberry, Whatsapp, YM, kita dapat dengan mudah mengirimkan informasi atau berbicara satu sama lain dalam hitungan DETIK.

Di sini saya tidak akan membahas soal betapa bergunanya teknologi yang cepat dan mudah ini dalam hidup kita, karena kita semua tahu betapa bergunanya hal itu dalam pekerjaan, pelajaran, atau hubungan sosial. Akan tetapi, berkaitan dengan post saya sebelumnya, kecepatan lalu-lalang informasi ini juga membuat kita gila. Sungguh. Gila.

Kemampuan kita untuk menunggu berkurang drastis, karena kita tahu hanya butuh waktu sepersekian detik untuk mengirimkan sesuatu. Lihat saja kalau Blackberry Messenger sedang mengalami gangguan, mendadak semua pengguna blackberry menjerit, memaki betapa tidak kompetennya pembuat Blackberry, atau memaki jaringan, atau memaki-maki saja. Saya pun mengalami rasa kesal yang luar biasa saat Whatsapp saya mengalami pending, padahal saya tidak sedang membicarakan hal yang penting. Jangan ditanya lagi saat internet mati. Beberapa bulan tanpa internet sempat membuat saya sungguh stres, seakan terputus dari dunia luar.

Tunggu. Dunia luar itu yang mana ya?


Seseorang pernah mengatakan pada saya, teknologi itu mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. JRENG. Benar juga, saat tidak ada internet maupun gadget lainnya, saya jadi lebih terfokus pada kesehatan, relasi dengan orang lain yang berjarak dekat dengan saya, dan dengan berbagai hal yang sungguh ada di depan mata. Tapi yang lebih berbahaya lagi adalah; bagaimana kita mengharapkan segalanya jauh lebih cepat dan lebih baik. Seakan kita betul-betul tidak punya waktu untuk mentoleransi kesalahan atau sesuatu yang tidak sesuai aturan.

Saya sendiri sungguh merasakan hal ini; kita semua mulai kehilangan kesabaran.
Kita ingin solusi yang baik; SEKARANG. Ini dunia yang aktif dan proaktif dalam mencari solusi, manusia lebih tergerak untuk melakukan sesuatu, dan itu sungguh baik. Namun seperti segala hal dalam hidup ini, kita juga butuh keseimbangan dalam menunggu atau menghargai proses.

Anyhow, saya tidak mau jadi terlalu filosofis.
Intinya adalah, mari lebih bersabar terhadap BBM yang pending, Broadcast Message yang ga penting, Whatsapp error, atau orang yang menggunakan RT instead of Reply.

Kenapa? Bukan cuma karena itu akan membuat kita tidak cepat mengidap hipertensi atau asam lambung berlebih akibat stres, namun juga untuk melatih kesabaran dan batas toleransi kita. Apalah sulitnya menelpon orang, bila BBMnya pending dan hal yang harus disampaikan penting? Apalah lelahnya menghapus beberapa BM yang memang hoax dari gadget kita? Apakah sulitnya membaca sedikit Retweet di timeline kita tanpa emosi terhadap obrolan yang bukan urusan kita?

Mengapa kita menjadi begitu mudah terganggu oleh hal-hal yang begitu sederhana dan memakan hitungan DETIK?


We actively eliminate things we consider unimportant in matters of seconds.
Kasus Twitter menjadi salah satu hal yang menggelitik. Banyak orang merasa terganggu dengan RT-abuser atau mereka yang kerap menggunakan RT untuk berbicara dengan orang lain sehingga dapat dibaca oleh seluruh orang yang mem-follow dirinya. Pertama; kadang memang itulah alasannya ia menggunakan RT, karena mungkin ada sesuatu yang unik dalam pembicaraan itu, atau kadang orang yang berbicara dengannya ingin di-RT (biasanya fans dari seorang artis akan bahagia bila ucapannya diretweet). Kedua, memangnya Anda butuh berapa jam untuk scroll-through beberapa (belas) twit yang tidak menarik?

Saya rasa hal ini juga adalah cerminan kehidupan kita sehari-hari. Memotong ucapan seseorang karena kita (pikir kita) tahu ke mana tujuan pembicaraannya. Melewatkan detail sebuah artikel karena kita (pikir kita) tahu apa isinya. Tidak datang ke suatu acara karena kita (pikir kita) tahu apa yang akan dilakukan di sana.

We become so sceptical about everything that might surprise us, because we do not have that extra seconds to 'waste'.

But if we just drink coffee in 5 minutes instead of 3,
we walk 10 minutes instead of 7,
we talk for 15 minutes instead of 10,
we might find out that sometimes by wasting some more, we also get something more.


*but if you do take 5 hours to drink a cup of coffee, then forget about this post

0 comments:

Post a Comment